Articles

Perdana Pelatihan BMP Kepiting Bakau dilakukan di Pemalang

    Read 348 times berita

Panduan penangkapan dan penanganan atau yang lebih dikenal sebagai Better Management Practices (BMP) untuk komoditas kepiting bakau telah dirilis. BMP kepiting bakau merupakan salah satu seri panduan untuk perikanan tangkap yang diterbitkan oleh WWF-Indonesia. Buku panduan ini terbit setelah sebelumnya dilakukan review bersama para stakeholder yang terdiri dari akademisi, pengusaha, pemerintah hingga nelayan dengan  tujuan agar isi dokumen BMP kepiting bakau tersebut lebih komprehensif dan tepat sasaran.

Pelatihan BMP kepiting bakau yang dilakukan di Desa Mojo, Kabupaten Pemalang pada Februari 2016, merupakan yang pertama dilaksanakan setelah dokumen tersebut terbit di awal tahun 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu tahapan dalam program perbaikan perikanan kepiting bakau yang difasilitasi oleh Yayasan TAKA dengan dukungan WWF-Indonesia. Untuk mengawali kegiatan ini, sebelumnya telah dilaksanakan koordinasi dengan DKP Pemalang sebagai otoritas pengelola perikanan setempat. DKP Pemalang memberikan dukungan penuh bagi upaya peningkatan kapasitas nelayan sebagai bagian dari perbaikan perikanan kepiting bakau berkelanjutan di lokasi yang menjadi kewenangannya.

Acara yang dikonsep sebagai sarana belajar bersama dengan nelayan mengenai tata cara penangkapan kepiting bakau lestari ini melibatkan 15 anggota nelayan kelompok “Kepiting Lestari Jaya” sebagai dampingan Yayasan TAKA dan satu penyuluh dari DKP setempat, Bapak Suparjo. Sebagai moderator adalah Bapak Tolani sebagai tokoh masyarakat setempat. Pelatihan ini memiliki tiga rangkaian acara utama, yaitu pengisian pre-test, pemberian materi dan pengisian post-test.

Pengisian soal pre-test bagi peserta yang hadir menjadi awal dibukanya pelatihan BMP Kepiting Bakau. Pengisian pre-test bagi nelayan dampingan ini menjadi tolok ukur untuk mengetahui tingkat pemahaman nelayan tentang pengelolaan perikanan kepiting bakau berkelanjutan. Salah satu temuan kegiatan ini adalah beberapa nelayan belum mengetahui alasan pelarangan menangkap kepiting bakau bertelur yang telah dirilis pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 1/ 2015. Selanjutnya, tim WWF-Indonesia menyampaikan materi mengenai panduan penangkapan kepiting bakau yang sesuai dengan BMP dan dilanjutkan dengan pengisian soal post-test. Nelayan menjadi tahu pentingnya pengelolaan kepiting bakau secara lestari misalnya dengan tidak menangkap kepiting yang sedang bertelur untuk menjaga populasi di alam. Rata-rata peningkatan nilai yang diperoleh dari nilai pre-test dan nilai post-test sebesar 17.32%.

Setelah tiga rangkaian utama selesai dilakukan, peserta mendapat kesempatan belajar langsung cara pengisian logbook, mulai dari pengukuran lebar karapas kepiting bakau hingga mencatat hasil pengukuran di form logbook. Awalnya, nelayan merasa segan saat diminta maju ke depan untuk melakukan pengukuran kepiting bakau, namun setelah diberikan contoh oleh Bapak Suparjo serta Miko dari Yayasan TAKA tentang pengukuran kepiting yang benar dan sesuai standar yang berlaku semangat nelayan muncul lagi.

Para nelayan terlihat sangat bersemangat mengikuti kegiatan belajar bersama ini, apalagi saat diadakan kuis tanya jawab yang diberikan tim dalam sesi ice breaking, para nelayan saling bersahutan untuk menjawabnya. Walaupun ada beberapa nelayan yang mengalami kesulitan dalam penulisan Bahasa Indonesia yang baku di BMP, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan para nelayan untuk semakin baik dalam mengelola perikanannya.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam upaya perbaikan perikanan kepiting bakau di Desa Mojo, Kab. Pemalang. Berdasarkan hasil penilaian terhadap tingkat kepatuhan BMP yang dilakukan tim dengan melibatkan para nelayan selaku responden didapatkan angka 46%. Apabila dihitung menggunakan standar compliance WWF-Indonesia, nilai ini masih jauh dari yang diharapkan yaitu sebesar 70%. Beberapa poin harus diperbaiki antara lain pencatatan data menggunakan sistem logbook, aspek penegakan hukum, dan sinergisitas antar lembaga pengelola perikanan setempat.

Windy Rizki (Capture Fisheries Officer, WWF Indonesia)