Articles

Solusi Tabungan Rumput Laut Bagi Anggota FoRLa Alor

    Read 379 times berita

Tanggal 19 Oktober 2015 lalu FoRLa kembali menggelar “Sosialisasi Rencana Aksi Tabungan Rumput dan Pelatihan Quality Control Produk Rumput Laut Kering”. Bertempat di kantor FoRLa Alor, Jln Hasanudin Kel. Binongko-Alor/NTT, sosialisasi ini diberikan kepada para motivator dan perwakilan pembudidaya dari desa di Kecamatan Kabola, Alor Barat Laut, Pantar dan Pantar Barat Laut (Pante Deere, Alaang, Wailawar, Kayang/Kalondama Barat, Alila, Bana, Wetabua, Wahing-Aimoli). Pemateri tentang tabungan rumput laut adalah Asyari Abdul Karim selaku Bendahara FoRLa dan Emy Maro selaku Sekretaris dan Koordinator Pusat Informasi FoRLa. Sistem dibangun sesederhana mungkin sehingga mudah dijalankan oleh anggota. Para motivator sebagai ujung tombak di lapangan akan menjadi kunci penerapan tabungan di masing-masing desa.

Sosialisasi sistem tabungan yang disampaikan pengurus FoRLa mendapat tanggapan positif dari seluruh peserta yang hadir. Peserta terlihat antusias dan banyak memberikan ide-ide segar guna mendukung rencana yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Pemaparan Leksy Selan untuk Identifikasi Rumput Laut Kering Yang Berkualitas  © Nur Ahyani/WWF-Indonesia
Pemaparan Leksy Selan untuk Identifikasi Rumput Laut Kering Yang Berkualitas © Nur Ahyani/WWF-Indonesia

Pertahunnya anggota FoRLa sepakat menyetor 10 kg rumput laut kering ditambah dengan 1 kg untuk antisipasi susut. Itikad ini adalah perkembangan yang menarik karena menabung sebenarnya belum menjadi budaya diantara pembudidaya. Mereka mulai berpikir manfaat dari menabung dan tertarik karena tabungan bisa dimulai hanya dengan 10 kg rumput laut kering/tahun dan sewaktu-waktu hasilnya dapat diambil. Untuk mensiasati jumlah tabungan yang masih kecil pada tahun pertama, disepakati setiap anggota baru dapat mencairkan dana tabungannya pada tahun kedua.

Tidak hanya memikirkan manfaat tabungan bagi mereka, peserta juga memikirkan keberlanjutan FoRLa, sebagai lembaga yang mendampingi mereka.  Disepakati 20% dari hasil tabungan akan diberikan untuk lembaga, yang akan dipakai untuk operasional dan biaya pendampingan rutin untuk tiap kelompok.

Selain membangun kesepakatan sistem tabungan rumput laut, pelatihan diberikan untuk memastikan kualitas rumput laut yang disetor oleh para pembudidaya sesuai dengan yang diinginkan oleh pasar. Leksy Selan selaku koordinator UD Hasil Laut diundang untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali ciri-ciri rumput laut kering yang berkualitas. Satu persatu peserta mencoba mengidentifikasi secara visual maupun dengan cara organoleptik (dirasakan dengan tangan untuk mengetahui tingkat kekeringan).

Rumput laut kering dari jenis Kappaphycus striatum atau sacol  © Nur Ahyani/WWF-Indonesia

Rumput laut kering dari jenis Kappaphycus striatum atau sacol © Nur Ahyani/WWF-Indonesia

Sosialisasi lanjutan akan dilakukan di masing-masing desa dengan menghadirkan seluruh anggota FoRLa. Desa Pante Deere mendapat giliran pertama yaitu pada tanggal 22 Oktober 2015, disusul dengan Desa Alaang dan Alila pada tanggal 27 Oktober 2015. Masih pada bulan yang sama, sosialisasi akan dilakukan di Aimoli dan Wahing pada tanggal 28 Oktober, sedangkan desa-desa di Pantar (Bana, Wailawar, Kalondama Barat dan Kayang) akan mendapat giliran sosialisasi pada bulan November 2015.   Kami optimis jika semua elemen lembaga ini dan anggota bersatu hati semua rencana baik ini pasti diberkati oleh Yang Kuasa. Kita ikuti terus perkembangannya dan nantikan cerita sukses selanjutnya. 

FoRLa adalah LSM anggota JARING-Nusantara, sebuah jaringan kerja LSM lokal, kelompok nelayan/pembudidaya, forum masyarakat pesisir  dengan visi-misi mewujudkan praktek perbaikan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. WWF-Indonesia menjadi anggota dan salah satu inisiator JARING Nusantara.


Oleh Emy Maro - FoRLa-Alor