KOIN (Konservasi Indonesia) merupakan salah satu anggota JARING-Nusantara yang bergabung sejak Mei 2015. Sebagai anggota JARING-Nusantara, KOIN berperan untuk membantu dalam melakukan perbaikan–perbaikan perikanan, khususnya mendampingi kelompok-kelompok petambak untuk melakukan perbaikan praktik budi daya udang windu di Kabupaten Sidoarjo.
Salah satu kelompok dampingan KOIN adalah Eco Shrimp. Kelompok ini diketuai oleh Bapak Wachrul Yusuf dan beranggotakan 31 orang. Hingga saat ini, dari 31 anggota baru lima anggota yang berkomitmen untuk melakukan perbaikan budi daya udang windu berdasarkan praktik-praktik yang ada dalam Better Management Practices (BMP) dengan berbagai kendala.
Rata-rata produksi udang windu yang dihasilkan setiap anggota Eco Shrimp berkisar antara 300-600 kg per 5 ha tambak. Udang-udang windu ini pun dibudidayakan secara tradisional tanpa pakan dan bahan kimia lainnya. Hasil produksi tersebut dipasarkan ke beberapa tempat, salah satunya adalah PT. ATINA (Alter Trade Indonesia) untuk diekspor ke pasar internasional. Untuk memenuhi pasar ekspor, tentunya dibutuhkan udang windu dengan mutu yang baik dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Namun, apakah itu saja cukup? Untuk meningkatkan nilai jual, tentunya produk perikanan membutuhkan sertifikasi ekolabel yang sekarang banyak diminta oleh negara-negara importir, seperti Aquaculture Stewardship Council (ASC) untuk perikanan budi daya.
© Agis Riyani/WWF-Indonesia
Tentu jalan menuju sertifikasi ASC masih panjang dan masih banyak yang perlu diperbaiki dari praktik perikanan budi daya udang windu ini. Sebelum mengetahui apa saja yang perlu diperbaiki dalam suatu praktik perikanan tentunya diperlukan gambaran awal. Survei awal terhadap kelompok Eco Shrimp telah dilakukan oleh tim perikanan WWF-Indonesia pada 20 Agustus 2015. Survei tersebut meliputi legalitas lokasi dan kelompok pembudidaya, konstruksi tambak, persiapan budi daya, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan, pencatatan kegiatan budi daya, serta aspek sosial. Berdasarkan hasil survei, tambak-tambak anggota Kelompok Eco Shrimp memiliki kedalaman tambak yang pas untuk budi daya udang windu dan tanggul yang sesuai. Di lokasi pertambakan pun terdapat tanaman mangrove di tepi area tambak yang berbatasan dengan sungai atau laut (green belt) serta mangrove di dalam tambak. Mangrove berperan besar untuk mengurangi konsentrasi logam berat, baik di sedimen maupun air kolam tambak, juga sebagai tempat mencari makan udang.
Ada banyak catatan perbaikan dari hasil survei, beberapa di antaranya adalah rendahnya produktivitas karena ketersediaan benur yang baik masih sedikit dan daya dukung (carrying capacity) lahan harus ditingkatkan untuk mendapatkan survival rate (SR) akhir yang baik. Tak hanya itu, tidak adanya pencatatan hasil kegiatan budi daya oleh petambak, tidak pernah dilakukannya pengukuran kualitas air, dan hanya terdapat satu pintu air untuk inlet dan outlet juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Hasil survei tersebut dijadikan referensi untuk melakukan Program Perbaikan Perikanan Budi Daya (Aquaculture Improvement Program/AIP) yang nantinya akan didampingi oleh tim WWF-Indonesia.
WWF-Indonesia bersama KOIN terus berusaha meningkatkan tingkat pemahaman dan kepatuhan anggota kelompok Eco Shrimp terhadap panduan BMP Budidaya Udang Windu. Hal tersebut diharapkan dapat membuat produksi budi daya udang windu terus meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar internasional maupun lokal. Selain itu dapat membantu menjaga keberadaan produk budi daya udang windu yang merupakan spesies asli udang Indonesia.
Penulis : Agis Riyani / WWF- Indonesia