Laut menjadi ekosistem bagi banyak manusia yang bergantung untuk kelangsungan hidup mereka. Sementara itu, tantangan di berbagai sektor di muka bumi semakin berat. Populasi manusia terus tumbuh ke atas secara eksponensial. Diperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk dunia mencapai 9.2 miliar. Dengan jumlah angka yang sangat fantastis ini, laut menjadi tumpuan ketika masalah pemenuhan pangan menjadi prioritas yang penting untuk ditanggulangi.
Permintaan yang tinggi tentu saja merupakan pasar yang terbuka lebar bagi produsen produk kelautan. Jumlah pasar yang terbuka lebar sudah bisa dipastikan sebagai sumber profit bagi produsen di sektor ini, dimana sayangnya produsen cenderung tidak mengindahkan proses penangkapan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. WWF mencatat sebesar 150.000 ton setiap tahun dari penggunaan pukat berupa ikan, kerang, gurita, penyu, dan spesies non-ekonomis lain dibuang dalam keadaan mati ke lautan dan menjadi sampah.
Kealpaan pihak produsen seperti tersebut di atas tidak lain disebabkan oleh ketidaktahuan dan kekurang pahaman mengenai isu sustainability dalam bisnis perikanan. Sejatinya, industri seafood memiliki kontribusi yang signifikan terhadap upaya pemanfaatan sumber daya laut. Di Indonesia tercatat total produksi perikanan (budidaya dan penangkapan) selama 2004-2007 terus mengalami peningkatan hingga kurang lebih 13% dari 6,119,731 ton menjadi 8,028,800 ton (Biro Pusat Statistik dan Departemen Kelautan dan Perikanan). Hal ini kemungkinan akan terus meningkat mengingat perairan Indonesia diperhitungkan memiliki potensi produksi perikanan hingga 6,5 juta ton per tahun.
Sektor perikanan dan semua rantai perdagangan serta distribusinya merupakan rantai yang tersimpul di pengelolaan dan manajemen perikanan. Selama ini aktivitas pengelolaan yang masuk dalam kategori IUU (illegal, unregulated, unreported) terus berlangsung karena kurangnya kesadaran langsung dari para produsen. Selama ini pula konsumen tidak mengetahui bagaimana komoditi seafood yang sangat mereka gemari ternyata bermuara dari aktivitas-aktivitas IUU tersebut. Sedangkan nelayan kecil maupun besar selalu melihat permintaan sebagai sesuatu yang menggiurkan dan wajib dipenuhi bagaimana pun caranya. Tidak jarang nelayan-nelayan tersebut terjebak dalam lingkaran IUU tersebut.
Oleh karena faktor-faktor tersebut di atas, keterlibatan perusahaan dalam upaya mewujudkan perikanan berkelanjutan amat penting artinya bagi pencapaian tujuan tersebut. Perusahaan perikanan sebagai pengambil manfaat langsung sumber daya laut mampu mendorongkan perubahan dalam pengelolaan dan manajemen perikanan yang akan berdampak kepada keseluruhan rantai perdagangan dan distribusi perikanan lokal serta akhirnya secara nasional.
Ketelibatan semua pihak dalam rantai produksi dan perdagangan produk perikanan adalah keniscayaan yang sangat mempengaruhi kondisi sumberdaya ikan Indonesia.
Jaringan kerja perikanan bertanggung jawab Nusantara atau lebih dikenal sebagai JARING Nusantara merupakan jaringanyang dibentuk pada Februari 2013 di Bogor. Diawali dengan pelatihan praktek perikanan dan budidaya yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan oleh WWF-Indonesia, 13 lembaga dan kelompok swadaya masyarakat yang tersebar hampir di seluruh Indonesia sepakat untuk menindaklanjuti pelatihan dengan upaya bersama untuk memperjuangkan perbaikan sumberdaya ikan, kualitas lingkungan dan bisnis serta praktek perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan yang mampu memberi pengaruh nyata kepada perbaikan perikanan dan kesejahteraan nelayan/pembudidaya ikan di Indonesia.
Kesepakatan ini disebut dengan Deklarasi Sangga Buana.