Setelah dimulai 19 Agustus lalu, pertemuan kedua Sekolah Tambak Kawasan Minapolitan Lowita (lotangsalo, Wiringtasi, Tasiwali’e), Kec. Suppa, Kab. Pinrang kembali dilaksanakan pada Rabu, 28 Oktober 2015 lalu. Program yang dibangun oleh program akuakultur WWF-Indonesia ini dihadiri 33 peserta, yang terdiri atas petambak Desa Tasiwali’e, Wiringtasi’, dan Lotangsalo, serta para penyuluh perikanan Kec. Suppa. Pertemuan kedua mengundang Prof. Hattah Fattah untuk menyajikan materi “Pengelolaan Kawasan Minapolitan Lowita, Kec. Suppa”, untuk menyatukan visi petambak untuk bersama-sama mengelola kawasan secara baik dan bertanggungjawab. (Baca juga: Sekolah Tambak, Solusi Pembudidaya Udang di Kawasan Minapolitan Pinrang)
Minapolitan adalah konsep penataan ruang desa perikanan sebagai pusat pelayanan pangan untuk perkotaan. Dengan demikian terjadi saling ketergantungan antar kota dan desa, kota mendistribusikan kesejahteraan ke desa, desa mensuplai kebutuhan pangan perikanan terhadap kota.
Peserta Sekolah Tambank © Idham Malik/WWF-Indonesia
Pemda Pinrang telah menginisiasi terbentuknya Badan Koordinasi Minapolitan Kab. Pinrang untuk mendukung terwujudnya koordinasi yang baik antara para pihak dalam satu kawasan, yaitu pembudidaya (udang, bandeng, rumput laut), perbenihan (hatchery), perusahaan eksportir, instansi pemerintah, serta pihak perbankan.
Keunggulan utama kawasan minapolitan Lowita Kab. Pinrang adalah ketersediaan pakan alami Phronima suppa, yang terbukti dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas udang windu. Sejauh ini Phronima suppa telah dikembangkan dengan metode kultur phronima serta penyesuaian jumlah padat tebar dalam satu petak tambak berdasarkan jumlah kandungan phronima. Potensi spesifik lainnya yang perlu dikembangkan adalah cacing laut untuk pakan induk, pengembangan pakan buatan, serta potensi induk lokal.
Potensi lain yang sedang berkembang adalah komoditas rumput laut dengan luas kawasan sebesar 181,5 Ha di teluk Pare. Keberadaan rumput laut juga dapat memperbaiki kualitas air, dengan menyaring air laut yang masuk ke tambak masyarakat.
Sejumlah strategi utama saat ini telah dijalankan untuk pengembangan kawasan budidaya:
Perbaikan sarana pengairan untuk perbaikan kualitas air. Pemerintah telah memberi dukungan berupa ekskapator untuk perbaikan saluran irigasi.
Ketersediaan bibit yang murah dan berkualitas dengan mendoronghatchery memperbaiki kualitas benur dengan mempertimbangkan hasil penelitian tentang phronima sebagai alternatif pakan benur.
Ketersediaan pakan dan obat-obatan yang murah dan baik. Saat ini petambak Kelompok Samaturu’e, Desa Wiringtasi dibantu peneliti dari Balai Penelitian Perikanan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros telah mengembangkan kultur probiotik RICA (Research Institute for Coastal Aquaculture).
Penerapan manajemen budidaya yang baik dan bertanggungjawab dengan melibatkan WWF-ID untuk pendampingan budidaya yang ramah lingkungan berdasarkan standar Aquaculture Stewardship Council (ASC).
Pendampingan dan dukungan pemerintah. Awal tahun depan Pemda Pinrang akan melaksanakan Sekolah Lapang pembelajaran bersama pada tambak demplot (Demonstrasi Plot) budidaya udang dengan pakan alami Phronima.
Strategi lain yang sedang dikembangkan oleh Pemda Pinrang yaitu sosialisasi Pariwisata Pantai Suppa untuk mendukung peningkatan potensi kawasan.
Kerjasama antar pihak, yang dalam hal ini pemerintah, swasta, akademisi, serta masyarakat setempat akhirnya berbuah hasil. Minapolitan Lowita, Kec. Suppa masuk ke dalam tiga besar dalam pengelolaan kawasan minapolitan secara nasional, dari sekitar 60 kawasan minapolitan lainnya di Indonesia. Minapolitan Lowita secara umum dinilai cukup baik dari aspek sarana dan prasarana serta aspek teknis.
Penulis : Idham Malik / WWF-Indonesia