Citra hiu sebagai binatang buas yang berawal dari sebuah film berjudul Jaws telah melekat kuat di benak masyarakat, menjadikannya sebagai binatang jahat dan gemar memangsa manusia. Walaupun fakta telah membuktikan sebaliknya, spesies kunci yang berfungsi sebagai predator puncak dalam tingkat tropik di laut ini masih terus diburu hingga hampir menyentuh titik kepunahan. Padahal keberadaan hiu sangat menentukan keseimbangan ekosistem dalam suatu kawasan perairan.
Setali tiga uang, Pari Manta, salah satu jenis pari yang dilindungi, juga memiliki nilai ekonomis tinggi untuk wisata bawah laut yang masih terus menjadi target penangkapan para pemburu di laut. Hiu dan Pari Manta, keduanya memiliki aspek ekologis penting dengan penyebaran habitat yang sangat luas, mulai dari dangkalan perairan pantai, landasan kontinen dan lereng, hingga ke lautan dalam.
Tak hentinya pemburuan kelompok ikan bertulang rawan atau Elasmobranchii – jenis hiu dan pari – ini telah menjadi momok internasional sejak tahun 2013. Hal tersebut terjadi setelah masuknya beberapa spesies hiu dan pari manta dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Masuknya hiu dan pari manta dalam CITES berkaitan dengan tingginya tingkat eksploitasi terhadap berbagai jenis hiu dan pari, baik sebagai tangkapan target maupun tangkapan sampingan (bycatch). Jika eksploitasi ini dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan turunnya populasi hiu dan pari secara drastis dan memerlukan waktu lama untuk pulih kembali.
Kesehatan lautan dan perikanan tidak diragukan lagi sangat bergantung pada keberadaan hiu dan pari. Dengan pertumbuhan sangat lambat serta memerlukan waktu bertahun-tahun hingga mencapai usia dewasa (Hoeve, 1988), kedua spesies ini membutuhkan rencana aksi nyata semua pihak demi keberlanjutan perekonomian kelautan di Indonesia.
Pentingnya Kajian Ilmiah dalam Usaha Konservasi
Terbatasnya informasi ilmiah terkait sumber daya hiu dan pari di Indonesia menjadi salah satu penyebab sulitnya melakukan upaya konservasi serta pengelolaan hiu dan pari secara berkelanjutan. Oleh karena itu, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelenggarakan Simposium Hiu dan Pari di Indonesia yang terbuka untuk umum.
Forum ilmiah ini nantinya dapat menjadi salah satu upaya untuk menjaring hasil-hasil penelitian tentang sumber daya hiu dan pari yang dilakukan di Indonesia. Hasil dari kegiatan simposium juga diharapkan bisa digunakan sebagai bahan untuk mendukung rencana aksi pengelolaan hiu dan pari secara nasional (National Plan of Action - NPOA Shark and Ray).
Mendorongkan adanya kuota perdagangan dan larangan ekspor ke luar negeri untuk hiu dan pari; mengupayakan dibentuknya kawasan perlindungan hiu dan pari di beberapa tempat potensial di Indonesia; hingga membuat panduan penanganan hiu bycatch merupakan beberapa usaha konservasi yang telah dilakukan untuk menjaga hiu dan pari demi keseimbangan ekosistem. Data-data yang dikumpulkan dalam simposium ini nantinya dapat menjadi landasan untuk memperkuat usaha-usaha konservasi yang selama ini telah dilakukan serta dapat memperpanjang keberlanjutan hiu dan pari.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai Simposium Hiu dan Pari Indonesia silakan unduh leaflet